yang muda yang berpacaran

f 1, 2008

pacaranSTMJ? Semester Tujuh Masih Jomblo? Jomblo merupakan semacam kenistaan bagi mahasiswa. Tak percaya? Banyak mahasiswa berjuang keras mengubah status asmaranya. Agar kelak memiliki PW: Pendamping Wisuda. Banyak sahabat saya dengan segala cara berusaha mendapatkan pacar semasa kuliah. Termasuk saya, tentu saja. Jangan sampai tetap STMJ: Semester Tiga Belas Masih Jomblo. Atau Sudah Tua Masih Jomblo.

Mencari pacar itu sulitnya setengah mati. Ini bukan pengalaman sahabat-sahabat saya, melainkan pengalaman saya sendiri. Saya mulai berhasrat berpacaran sejak kelas 3 SMP. Saat itu memiliki pacar sedang musim. Tak sedikit teman yang bergaya dengan KIP; Kartu Ijin Pacaran. Tak tahu siapa yang memberi beslit, KIP ini dijual laris di pasaran. Harganya sekira Rp. 3 ribu. Sekedar catatan, uang saku saya waktu itu Rp. 5 ratus. Satu rupiah kita masih dihargai antara US$ 3. Saya tak sempat memiliki KIP, karena saya baru berpacaran empat tahun kemudian, saat kelas 3 SMU. Usaha saya tak kurang kerasnya. Saya kira saya tidak terlalu buruk rupa. Entahlah, saat sahabat-sahabat saya apel hari minggu pagi (Tak ada apel malam minggu, karena saat itu sepeda motor belum umum. Lagi pula tak mungkin apel bawa sepeda) saya habiskan hari minggu dengan menonton televisi seharian.


Reputasi pernah berpacaran ternyata tidak banyak membantu mendapatkan pacar saat kuliah. Ho, ho, ho. Saya kuliah di Solo. Adagium yang menyanjung saya hingga kini: Putri Solo ayu-ayu. Meski demikian saya tak pernah secara khusus berusaha mendekati seorang teman perempuan asli Solo. Saya berusaha mendapatkan pacar dengan kriteria yang tak njelimet-njelimet. Asal saya merasa tertarik, cukup. Tanpa mematok kriteria saja susahnya setengah mampus. Kalau ada cewek cakep biasanya sudah ada yang punya. sehingga ada adagium: cewek kalau belum punya pacar berarti tidak cakep….


Masa-masa menjomblo adalah masa-masa paling manis dalam hidup saya. Jomblo itu benar-benar indah. Berharap-harap cemas. Senyum-senyum sendiri. Cari perhatian. Curi pandang. Pokoknya menjadi orang gila. Nikmat. Makanya bila anda hari ini masih menjomblo dan menderita: rugi! Nikmati saja kegilaan anda. Ketololan anda. Percayalah, masa itu tak akan terulang tiga kali.


Saya serius berusaha mendekati teman mahasiswi dua kali. Namun dua-duanya tak ada yang mengenal saya secara dekat. Maklumlah, saya tak pernah berkenalan dengan mereka. Lho, lho, lho. Ya. Ya. Saya mendekati mereka dalam hati saja. Dalam imajinasi saya. Itulah sebabnya saya menjadi tak berbeda dengan orang gila. Sebenarnya, mereka saja yang tak dapat menangkap sinyal-sinyal asmara saya. Saya termasuk orang yang memercayai takdir dan momentum dalam asmara. Artinya bila kita mengirim sinyal dan tak direspons baik, saya tak punya keberanian untuk melanjutkan ‘pergerakan’. Meski demikian, dalam hati saya tetap memendam perasaan indah itu. Terlalu sayang dibuang: rugi!


Saya punya setidaknya tiga sahabat jomblo yang berbahagia. S, S a.k.a D, dan EJS. S mahasiswa Fakultas Pertanian yang pemalu, kecuali menghadapi domba atau marmut-marmut percobaannya. S a.k.a D sebenarnya memiliki kualifikasi untuk dicintai cewek-cewek. Beliau kuliah di Fakultas Teknik, fakultas yang dalam bayangan saya jantan, gahar, dan ‘laki-laki’ (karenanya dalam satu kelas S a.k.a D hanya ada tiga perempuan, maskulin pula, ha-ha-ha). Terakhir EJS, mahasiswa perantauan luar pulau seperti saya yang smart, simpatik, dan berkuliah di Fakultas Hukum. Kami semua rasanya tak mengecewakan para wanita. Tapi entahlah, namanya takdir dan momentum belum berbaik hati kepada kami.


Kami berempat malu-malu mengakui sedang hunting, meski tak usah bertanya gelagat-gelagat kami menunjukan ke arah sana. Pada awalnya kami tak pernah cerita satu sama lain. Ingin memberi kejutan. Suatu ketika kami sedang menonton kejuaraan basket Fakultas Pertanian. Tak dinyana, S yang ketika kami akan menonton tak kelihatan hidungnya di kos, mendadak muncul. Menggandeng cewek berambut panjang. Kami tak iri. Justru menyemangati S (baca: menyoraki, ha-ha-ha). Hampir tengah malam S baru pulang setelah mengantar sang mahasiswi. Tak usah kami interogasi S sudah buka mulut: malam itu dia candle light dinner dengan mbak mahasiswi. Kami tersenyum kecut sambil memikirkan strategi masing-masing di kepala. Akhirnya S tak jadi mendapatkan mahasiswi itu. Sang mahasiswi kepincut cowok lain. Tak lama kemudian sang mahasiswi menikah. Hik, hik, hik.


S a.k.a D, seorang pemuda simpatik, idaman cewek-cewek (paling tidak tetangga kos yang sering di(meng)godanya). S a.k.a D termasuk mahasiswa yang rajin meminta nomor-nomor handphone mahasiswi cantik dari teman-temannya. Bergaya penyair S a.k.a D memainkan jurus-jurusnya memikat mahasiswi. Beberapa ‘tertipu’, beberapa mengabaikannya begitu saja. Buang-buang pulsa, mungkin begitu kira-kira pikir mereka. Saat itu, handphone barang mahal. Pulsa masih amit-amit harganya. Saya dan kawan-kawan hanya menjadi generasi misscall kala itu.


Pencapaian S a.k.a D cukup sukses: punya teman dekat seorang mahasiswi ISI Jogja, punya teman mahasiswi dari FISIP, dan punya sejumlah fans dari kos sebelah (saat S a.k.a D wisuda, satu-satunya bunga mawar yang dikumpulkannya adalah bunga mawar plastik seharga Rp. 3 ribu yang dikirim khusus dengan doa dari cewek-cewek adik kelas kami di Kos SN). Saat S a.k.a D sedang menjalani training satu bulan untuk kemudian bekerja di rimba raya Kalimantan, S a.k.a D diberi waktu 30 menit untuk berkomunikasi melalui handphone sebelum perangkat komunikasi itu disita. 30 teman seperjuangan S a.k.a D menelepon pacar, atau tunangannya. S a.k.a D tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia menelepon: saya….


EJS. Kisahnya lebih pantas dibuat novel ketimbang diceritakan di blog. Sepanjang kuliah EJS hanya mengenal satu wanita, kakak kelasnya saat kuliah. Mereka sepasang ‘sahabat’ (EJS tak pernah mengaku mereka berpacaran) yang paling menggetarkan. Tak ada yang memulai, namun kami selalu menganggap EJS telah berpacaran. Cerita EJS tak berakhir seperti novel: karena soal domisili (EJS pulang kampung), mereka memilih berpisah baik-baik. Ho, ho, ho. Saya mendoakan setulus hati, momentum dan takdir mempertemukan mereka kembali.


Saya juga terantuk-antuk mencari pacar. Membayangkan bertemu cewek di kereta api, kemudian berkenalan. Mengharap ada sms nyasar dan kemudian janjian. Menunggu-nunggu ada cewek cantik yang nge-fans, sehingga saya tak perlu menjadi orang gila. Tapi semua itu hanya mimpi. Sampai saat ini saya masih percaya pada takdir dan momentum. Termasuk ketika saya ‘pecah telor’: semester enam intim dengan seorang cewek. Saya tak pernah merasa menjadi laki-laki tampan, simpatik, atau mendebarkan para wanita. Saya hanya bernasib baik saat momentum dan takdir kali ini menjawab doa-doa tulus saya setiap malam. Takdir dan momentum itu pula yang mengantar saya ke pelaminan.

Gambar diunduh dari: malamungu.wordpress.com

11 Tanggapan to “yang muda yang berpacaran”


  1. Ngumpul bareng bos… kalo hijau hitam, tolong mengkonfirmasikan diri di buku tamu

  2. masmpep Says:

    sip, akhirnya ada blog hijau hitam. ngomong2, siapa nih yang ‘bertanggungjawab’?

  3. semuayanggurih Says:

    takdir… itu hal yang sangat sulit diprediksi. meskipun dari sisi yang akan menjalani (baca: si cowo dan si cewe) dah setuju, tapi kalo belum takdir, pasti akan ada saja halangan yang muncul.
    ah, bicara cinta memang nggak akan ada habisnya. yang jelas, kita nggak bisa memilih cinta, tetapi cintalah yang akan memilih kita. seorang teman pernah bilang gini; kita hanya bisa berharap bahwa cupid akan melepaskan panahnya pada orang yang sesuai dengan keinginan kita, dan sang sasaran panah itu juga akan membuat cupid menjadikan kita sasaran panahnya.
    jangan lupa juga bahwa jomblo juga merupakan satu pilihan. beberapa orang memilih tetap jomblo, dengan alasan mereka masing-masing.
    let’s keep the earth green…!!! (hehe, gak nyambung yah)


  4. Yang bertanggung jawab Crew HMI Korkom Sepuluh Nopember Surabaya.

    Jomblo, pacaran, atupun menikah yang penting happy….

  5. masmpep Says:

    @ mas atdi:
    saya percaya pada takdir. namun takdir harus diperjuangkan. saya kira derajat kebahagiaan kita justru diukur dari seberapa besar kita mewujudkan mimpi yang kemudian disepekati Tuhan menjadi ‘takdir’.

    jomblo sebagai pilihan? sepanjang pengalaman saya menjomblo memang beberapa waktu karena pilihan (menenangkan diri setelah berkali-kali cupid salah panah, ha-ha-ha). namun jomblo bagi saya sebuah pengalaman yang membahagiakan, baik disaat saya menajdikannya pilihan atau saat saya menganggapnya sebagai ‘kesalahan cupid’.

    mungkin juga, ini cara saya ‘menertawai’ kejombloan saya.

    @greenblackblog
    sepakat. jangan lupa, suatu hubungan dapat terjalin karena koneksi. jadi manfaatkan betul-betul hmi sebagai himpunan mencari istri, he-he-he.

  6. WAWAN Says:

    karena kenal aku hanya sesaat…maka isi tulisan ini bukan tak anggep menyinggung atopun mencemooh saya…he….he.
    eh …si EJS pa kabar tuh ilang kontek nih. ada no hp yg baru???

  7. WAWAN Says:

    karena kenal aku hanya sesaat…maka isi tulisan ini bukan tak anggep menyinggung atopun mencemooh saya…he….he.
    eh …si EJS pa kabar tuh ilang kontek nih. ada no hp yg baru??? sempet ikutan idol or AFI gak ya…

  8. masmpep Says:

    @mas wawan
    EJS kabar terakhir di pekanbaru mas. sedang mewujudkan mimpi-mimpinya. kita doakan saja cita-citanya terwujud. dan berakhir bahagia. mas wawan sendiri gimana nih. dulu STMJ juga gak?

  9. EJS Says:

    Sepertinya pernyataan mas Peb yg mangatakan bhw saya hanya mengenal 1 (satu) wanita selama kuliah..perlu diralat….karena memang tidak sesuai dengan yang sesungguhnya….Yah…memang saya akui…”kakak kelas” itu satu2nya yg bisa membuat hati saya bergetar dan merasa nyaman…Tapi memang dasar tidak jodoh…dengan terpaksa saya harus memutuskan hubungan kami yg “teman tapi pacaran…pacaran tapi cuma teman”…kejadiannya beberapa bulan sebelum saya wisuda…..sedih bgt harus ngambil keputusan itu….Mudah2an dia dapat yang terbaik…Tapi ada satu hal yang mau tak mau harus saya sampaikan di forum ini…Bahwa keputusan saya mengambil keputusan itu juga karena faktor S a.k.a D..yang selalu ngomporin….katanya “kakak kelas” saya itu kurus lah…rambutnya dikit lah…dsb….Hal itu cukup mempengaruhi penilaian saya terhadap sang “kakak kelas”. Tapi suer….sampai hari ini dia (kakak kelas) adalah wanita terbaik yg pernah singgah di hatiku….

  10. masmpep Says:

    @ EJS
    ha-ha-ha. sudah seharusnya S a.k.a D harus bertanggungjawab atas semua ini. salahmu pula sih, minta advis pada S a.k.a D yang jam terbangnya minim. dia kan hanya cari ‘teman senasib’ saja….

    masih ada waktu bung. kayaknya ‘kakak kelas’ belum menikah kan? perjuangkan hatimu. jangan pernah menjadi orang yang menyesal karena tak berbuat sesuatu. bila telah berbuat namun hasilnya tak seperti diharapkan, bolehlah kita lega. setidaknya ‘kesalahan’ bukan karena kita tak bersikap, tapi karena ‘takdir belum berpihak’. tak ada alasan bagi kita menyesali diri sendiri lagi.

    tapi kalau sudah ada yang lain, lebih baik. anggap saja ‘kakak kelas’ adalah orang yang membesarkan dan meneguhkan kedewasaanmu.

    beuhh. sok menggurui ya, ha-ha-ha.

  11. simoel Says:

    kemana perginya euuy…. ko ga kelihatan ???


Tinggalkan komentar